Cedera Olah Raga merupakan cedera pada sistem otot
dan rangka tubuh yang disebabkan oleh kegiatan olah raga. Cedera olah raga juga
merupakan suatu kejadian yang sangat ditakuti oleh pelatih dan atlet, cedera
dapat terjadi akibat trauma akut atau trauma yang terjadi berulang-ulang dalam
jangka waktu lama.
Faktor-faktor yang meningkatkan resiko cidera olah
raga :
1. Metode
Latihan Yang Tidak Tepat
Hal ini
merupakan penyebab paling sering dari cedera pada otot dan sendi.
Penderita tidak memberikan waktu pemulihan yang cukup setelah melakukan olah
raga atau tidak berhenti berlatih ketika timbul nyeri.
Beberapa otot mengalami cedera setiap kali mengalami
penekanan oleh aktivitas yang intensif, dan otot yang lainnya menggunakan
cadangan energinya. Penyembuhan serat-serat otot dan penggantian energi yang
telah digunakan memerlukan waktu
pemulihan hingga berhari-hari.
Sebaiknya latihan olah raga dilaksanakan secara bergantian, misalnya hari ini
melakukan latihan berat, hari berikutnya beristirahat atau melakukan latihan
ringan.
2.
Kelainan Bentuk Anatomi Tubuh
Kelainan bentuk anatomi tubuh bisa menyebabkan
seseorang lebih peka terhadap cedera olah raga karena adanya tekanan yang tidak
semestinya pada bagian tubuh tertentu. Misalnya, jika panjang kedua tungkai
tidak sama, maka pinggul dan lutut pada tungkai yang lebih panjang akan
mendapatkan tekanan yang lebih besar
sehingga meningkatkan resiko terjadinya retakan kecil dalam tulang kaki
dan tungkai (fraktur karena tekanan).
3.
Kelemahan Otot, Tendon & Ligamen.
Jika mendapatkan tekanan yang lebih besar daripada
kekuatan alaminya, maka otot, tendon dan ligamen akan mengalami robekan. Sendi
lebih peka terhadap cedera jika otot dan ligamen yang menyokongnya lemah.
Tulang yang rapuh karena osteoporosis mudah mengalami patah tulang (fraktkur).
Menurut Hardianto Wibowo (1995: 22) ada dua jenis
cedera pada otot atau tendo dan ligamentum, yaitu
1. Sprain
Menurut Sadoso (1995: 11-14) “sprain adalah cedera
pada ligamentum, cedera ini yang paling sering terjadi pada berbagai cabang
olahraga.” Giam & Teh (1993: 92) berpendapat bahwa sprain adalah cedera
pada sendi, dengan terjadinya robekan pada ligamentum, hal ini terjadi karena
stress berlebihan yang mendadak atau penggunaan berlebihan yang berulang-ulang
dari sendi.
Berdasarkan berat ringannya cedera Giam & Teh
(1992: 195) membagi sprain menjadi tiga tingkatan, yaitu:
a) Sprain Tingkat I
Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam
ligamentum dan hanya beberapa serabut yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri
tekan, pembengkatan dan rasa sakit pada daerah tersebut.
b) Sprain Tingkat II
Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum
yang putus, tetapi lebih separuh serabut ligamentum yang utuh. Cedera
menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan, pembengkakan, efusi, (cairan yang keluar)
dan biasanya tidak dapat menggerakkan persendian tersebut.
c) Sprain Tingkat III
Pada cedera ini seluruh ligamentum putus, sehinnga
kedua ujungya terpisah. Persendian yang bersangkutan merasa sangat sakit,
terdapat darah dalam persendian, pembekakan, tidak dapat bergerak seperti
biasa, dan terdapat gerakan-gerakan yang abnormal.
2. Strain
Menurut Giam & Teh (1992: 93) “strain adalah
kerusakan pada suatu bagian otot atau tendo karena penggunaan yang berlebihan
ataupun stress yang berlebihan.” Berdasarkan berat ringannya cedera (Sadoso,
1995: 15), strain dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu:
a) Strain Tingkat I
Pada strain tingkat I, terjadi regangan yang hebat,
tetapi belum sampai terjadi robekan pada jaringan muscula tendineus.
b) Strain Tingkat II
Pada strain tingkat II, terdapat robekan pada unit
musculo tendineus. Tahap ini menimbulkan rasa nyeri dan sakit sehingga kekuatan
berkurang.
c) Strain Tingkat III
Pada strain tingkat III, terjadi robekan total pada
unit musculo tendineus. Biasanya hal ini membutuhkan tindakan pembedahan, kalau
diagnosis dapat ditetapkan.
Menurut Hardianto Wibowo (1995: 16) penanganan yang
dilakukan pada cedera tendo dan ligamentum adalah dengan diistirahatkan dan
diberi pertolongan dengan metode RICE. Artinya:
R (Rest) : diistirahatkan pada bagian yang cedera.
I (Ice) : didinginkan selama 15 sampai 30 menit.
C (Compress) : dibalut tekan pada bagian yang cedera
dengan bahan yang elastis, balut tekan di berikan apabila terjadi pendarahan
atau pembengkakan.
E (Elevate) : ditinggikan atau dinaikan pada bagian
yang
cedera.
Perawatan yang dapat dilakukan oleh pelatih, tim
medis atau lifeguard menurut Hardianto wibowo (1995:26) adalah sebagai berikut:
(a) Sprain/strain tingkat satu (first degree)
Tidak perlu pertolongan/ pengobatan, cedera pada
tingkat ini cukut diberikan
cedera.
Perawatan yang dapat dilakukan oleh pelatih, tim
medis atau lifeguard menurut Hardianto wibowo (1995:26) adalah sebagai berikut:
(a) Sprain/strain tingkat satu (first degree)
Tidak perlu pertolongan/ pengobatan, cedera pada
tingkat ini cukut diberikan istirahat saja karena akan sembuh dengan
sendirinya.
(b)
Sprain/strain tingkat dua (Second degree).
Kita harus memberi pertolongan dengan metode RICE.
Disamping itu kita harus memberikan tindakan imobilisasi (suatu tindakan yang
diberikan agar bagian yang cedera tidak dapat digerakan) dengan cara balut
tekan, spalk maupun gibs. Biasanya istirahat selama 3-6 minggu.
(c)
Sprain/strain tingkat tiga (Third degree).
Kita tetap melakukan metode RICE, sesuai dengan
urutanya kemudian dikirim kerumah sakit untuk dijahit/ disambung kembali.
Cedera pada bahu merupakan salah satu cedera yang
paling sering dialami pada saat berolahraga, selain lutut dan pergelangan kaki.
Namun, meskipun cedera pada sendi bahu merupakan hal yang umum, namun sebaiknya
Anda tidak meremehkannya. Nyeri yang berkepanjangan malah akan membuat fungsi
tubuh Anda terganggu. Untuk itu, ketika Anda mengalami cedera pada sendi bahu
Anda, segera atasi secara tepat.
Apa Yang Terjadi Ketika Anda Mengalami Cedera Bahu?
Sendi bahu merupakan bagian yang sangat tidak
stabil. Dan di sendi bahu, tendon yang sangat berperan adalah rotator cuff dan
biceps. Beberapa cedera sendi bahu yang paling sering terjadi, antara lain
subacromial bursitis, supraspinatus tendinitis, long head biceps tendinitis,
rotator cuff tendonitis hingga sobekan rotator cuff (rotator cuff tear). Gejala
dan tanda klinis yang dialami bervariasi, mulai dari ringan sampai berat.
Cedera tersebut dapat mengakibatkan nyeri sendi yang sangat pada saat bergerak
maupun istirahat. Di antara beberapa jenis cedera tersebut, kali ini kita akan
membahas salah satunya, yaitu shoulder tendonisitis atau rotator cuff
tendonitis.
Apa Itu Shoulder Tendonitis atau Rotator Cuff
Tendonitis?
Shoulder tendonitis (atau rotator cuff tendonitis)
adalah salah satu kondisi paling umum terjadi pada persendian bahu (rotator
cuff). Penting untuk diketahui bahwa shoulder tendonitis hanya bagian dari
masalah dan mengarah ke shoulder bursitis. Faktor umum penyebab rotator cuff
tendonitis adalah olahraga. Tetapi terkadang gangguan ini juga bisa terjadi
pada orang-orang di atas usia 40 tahun.
Rotator cuff tendonitis juga dikenal sebagai
Swimmer’s shoulder, Pitcher’s shoulder, Shoulder impingement syndrome, Tennis
shoulder atau Shoulder Bursitis. Rotator cuff tendonitis adalah suatu
peradangan (iritasi dan pembengkakan) pada tendon bahu. Biasanya efek pelemahan
pada bahu hanya terasa ringan sampai sedang.
Bagaimana Mengatasinya?
Secara umum, pemulihan cedera pada sendi bahu
memerlukan waktu. Untuk mempercepat waktu pemulihan agar Anda dapat berlatih
kembali, gunakan formula RICE (Rest atau istirahat; Ice atau kompres dengan es;
Compression atau beri tekanan dengan menggunakan membalutnya dengan perban khusus;
dan Elevation atau tinggikan bagian yang mengalami cedera). Penyembuhan
jaringan lunak, seperti bahu, seringkali membutuhkan waktu antara 4 hingga 6
minggu.
Sedangkan perawatan untuk cedera rotator cuff dapat
meliputi: istirahat, pengobatan anti peradangan, latihan kekuatan, terapi
ultrasound, injeksi corticosteroid atau operasi (untuk cedera berat). Ada
beberapa jenis latihan tertentu untuk membantu Anda memperkuat otot-otot di
bahu Anda (terutama otot-otot rotator cuff, bagian yang membantu dalam gerakan
bahu melingkar). Latihan-latihan ini tidak menyebabkan rasa sakit. Jika terasa
sakit saat latihan, hentikan, periksakan ke dokter Anda, kemudian mulai kembali
berlatih dengan beban yang lebih ringan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar